Selasa, 21 Mei 2019


                      MARI BELAJAR MEMBACA CEPAT 
Tahukah Anda bahwa rata-rata seorang manusia dapat membaca sebanyak 250 kata per menit, tapi speed-reading software dapat meningkatkannya menjadi seribu kata per menit jika Anda benar-benar berdedikasi! This is amazing. Namun perlu diketahui bahwa menurut berbagai penelitian, metode membaca cepat bisa jadi tidak seefektif membaca secara tradisional dan dapat mengurangi pemahaman Anda.
Tetapi jika Anda tertarik untuk mencobanya, Anda dapat mengunduh aplikasi-aplikasi berikut ini untuk membantu Anda.
 
Boba (iOS)

Untuk Anda para pengguna Safari, aplikasi ini membawa fungsi membaca cepat pada artikel apapun yang Anda sedang baca melalui extension dari Safari. Cukup dengan satu artikel, tap share button, dan nyalakan extension-nya. Anda akan melihat tampilan speed-reading di layar bagian bawah, sementara tampilan biasa di layar bagian atas. Anda dapat mengatur kata-kata dari 50 hingga 450 kata per menit tergantung level membaca Anda.
Outread (iOS)
Outread memiliki 2 metode membaca: rapid serial visual presentation (RSVP) dan juga guided highlighting mode. Metode RSVP menampilkan kata-kata satu persatu di tengah layar sehingga mata Anda tidak perlu bergerak kemana-mana dan membantu Anda lebih fokus. Guided highlighting mode memiliki tampilan klasik namun melatih mata Anda untuk mengikuti kata-kata yang di-highlight dengan kata-kata yang sudah terbaca berubah warna menjadi abu-abu, membuatnya sulit untuk membaca kata-kata sebelumnya. Challenging!
ReadMe! (iOS, Android)
ReadMe! menggunakan warna untuk membantu pembaca memisahkan kata-kata dan kalimat. Anda dapat berlangganan aplikasi ini mulai dari $1 per bulan hingga $5 per tahun.
WearReaders (iOS, Android)
Jika Anda memiliki smartwatch, aplikasi ini untuk Anda. WearReader mengubah smartwatchAnda menjadi e-reader yang super mungil. Anda bisa mempercepat atau mengulang kata-kata yang terlewat, menyesuaikan kecepatan dari 50 hingga 1000 kata per menit.

Minggu, 24 Maret 2019

Yadi                  : Hello, good afternoon, Sir. (Halo, selamat siang Pak).
Mr. Robert       : Hello, good afternoon. 
(Halo, selamat siang).
Yadi                  : May I talk with u for a while, Sir? 
(Bolehkah saya berbicara sebentar dengan anda Pak?).
Mr. Robert     : Yes, of course. 
(Ya, tentu saja).
Yadi               : My name is Santi. What is your name, Sir? 
(Nama saya Santi. Siapa nama anda Pak?).
Mr. Robert     : Hi Santi, my name is Robert. 
(Hi Santi, nama saya Robert).
Yadi         : Where are you from Mr. Robert? (Darimana anda berasal Pak Robert?).
Mr. Robert     : I am from New York, America. (Saya berasal dari New York, Amerika).
Yadi    : Wow, so far away from here. How long have you been here Mr. Robert? (Wow, sangat jauh dari sini. Sudah berapa lama anda berada disini Pak Robert?).
Mr. Robert     : I have been here for three days. This is my second time in Bali. (Saya sudah berada disini selama tiga hari. Ini adalah kedua kalinya saya berada di Bali).
Yadi            : Is this your first time to visit Garuda Wisnu Kencana Mr. Robert? (Apakah ini pertama kalinya anda mengunjungi Garuda Wisnu Kencana Pak Robert?).
Mr. Robert     : Yeah, this is my first time to visit this place. I really want to come here.  (Ya, ini adalah pertama kali saya mengunjungi tempat ini. Saya sangat ingin datang kemari).
Yadi             : So, what do you think about this place Mr. Robert? (Jadi, apa yang anda pikirkan tentang tempat ini Pak Robert?).
Mr. Robert     : I think this place is very interesting. I was amazed by the statue.  (Saya pikir tempat ini sangat menarik. Saya kagum dengan patungnya).
Yadi          : Yes, It is so high. Most of the visitors are amazed by the statue. (Ya, patungnya begitu tinggi. Kebanyakan pengunjung kagum dengan patungnya).
Mr. Robert     : Really? That’s awesome! What is the name of the statue? (Benarkah? Betapa mengagumkan! Apakah nama patung tersebut?).
Yadi           : We called it Lord Wisnu. (Kami menyebutnya Dewa Wisnu).
Mr. Robert     : Oh, I see. So it symbolizes the God. (Oh, begitu. Jadi patungnya menyimbolkan Tuhan)
Yadi             : Yes, Mr. Robert. By the way, thanks for your time. (Ya, Pak Robert. Ngomong ngomong, terima kasih atas waktunya).
Mr. Robert     : Yes, thanks for your additional information about this place. (Ya, terima  kasih atas informasi tambahanmu mengenai tempat ini).
Yadi              : Nice to meet you Mr. Robert. (Senang bertemu denganmu Pak Robert).
Mr. Robert     : Nice to meet you too Santi. (Senang bertemu denganmu juga Yadi).

Kamis, 14 Februari 2019

perindu yg tiada tara.

Engkaulah sang pecinta 

 






Merekalah Orang-Orang Yang Mencintai Nabi


Cinta Nabi. Kalimat sederhana yang begitu dalam maknanya. Dua kata yang bisa membuat orang menebusnya dengan dunia dan seisinya. Karena memang demikianlah hakikinya. Nabi Muhammad ﷺ wajib lebih dicintai dari orang tua, istri, anak, dan siapapun juga.
Namun, kecintaan kepada Nabi Muhammad ﷺ bukanlah sesuatu yang bebas ekspresi. Tetap ada aturan yang indah dan elegan. Tidak boleh berlebihan dan juga menyepelekan. Tidak boleh mengada-ada. Karena beliau begitu mulia untuk dipuja dengan sesuatu yang bukan dari ajarannya.
Allah ﷻ berfirman,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS:An-Nisaa | Ayat: 69).
Imam al-Baghawi rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Ayat ini turun terkait dengan kisah Tsauban bin Bujdad radhiallahu ‘anhu bekas budak Rasulullah ﷺ. Ia sangat mencintai Nabi ﷺ. Suatu hari ia menemui Nabi ﷺ, rona wajahnya berbeda. Menyiratkan kekhawatiran dan rasa sedih yang bergemuruh.
Rasulullah ﷺ bertanya, ‘Apa yang membuat raut wajahmu berbeda (dari biasa)’?
‘Aku tidak sedang sakit atau kurang enak badan. Aku hanya berpikir, jika tak melihatmu, aku sangat takut berpisah denganmu. Perasaan itu tetap ada, hingga aku melihatmu. Kemudian aku teringat akhirat. Aku takut kalau aku tak berjumpa denganmu. Karena engkau di kedudukan tinggi bersama para nabi. Dan aku, seandainya masuk surga, aku berada di tingkatan yang lebih rendah darimu. Seandainya aku tidak masuk surga, maka aku takkan melihatmu selamanya’, kata Tsauban radhiallahu ‘anhu.
Kemudian Allah ﷻ menurunkan ayat ini.
Mereka Yang Mencintai Nabi
Suatu hari, Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, sedang berkebun di perkebunannya. Kemudian anaknya datang, mengabarkan kalau Nabi ﷺ telah wafat. Ia berucap,
اللهم أذهب بصري تى لا أرى بعد حبيبي محمدًا أحدًا
“Ya Allah, hilangkanlah penglihatanku. Sehingga aku tidak melihat seorang pun setelah kekasihku, Muhammad.” Ia katupkan dua tapak tangannya ke wajah. Dan Allah ﷻ mengabulkan doanya (Syarah az-Zarqani ‘ala al-Mawahib ad-Diniyah bi al-Manhi al-Muhammadiyah, Juz: 8 Hal: 84).
Tak ada pemandangan yang lebih indah bagi para sahabat melebihi memandang wajah Rasulullah ﷺ. Abdullah bin Zaid ingin, pandangan terakhirnya adalah wajah Nabi. Saat memejamkan mata, ia tak ingin ada bayangan lain di benaknya. Ia hanya ingin muncul wajah yang mulia itu.
Bilal radhillahu ‘anhu, seorang sahabat dari Habasyah. Muadzin Rasulullah ﷺ. Cintanya pada sang Nabi terus bertumbuh hingga maut datang padanya. Sadar akan kehilangan Bilal, keluarganya bersedih dan mengatakan, “Betapa besar musibah”!
Bilal menanggapi, “Betapa bahagia! Esok aku berjumpa dengan kekasih; Muhammad dan sahabat-sahabatnya.” (Rajulun Yatazawwaju al-Mar-ata walahu Ghairuha, No: 285)
Cinta sahabat Nabi telah membuat kita malu. Cinta mereka begitu tulus. Tak jarang cinta kita hanya mengaku-ngaku.
Al-Hawari, Abdullah bin Zubair. Apabila ada yang menyebut Nabi ﷺ di sisi Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhu, ia menangis tersedu, hingga matanya tak mampu lagi meneteskan rindu dan kesedihan (asy-Syifa bi Ta’rifi Huquq al-Musthafa, Hal: 402).
Demikian juga dengan sahabiyat (sahabat wanita). Cinta mereka kepada Rasululllah ﷺ tak kalah hebatnya dari sahabat laki-laki. Ada seorang wanita Anshar; ayah, suami, saudara laki-lakinya gugur di medan Perang Uhud. Bayangkan! Bagaimana perasaan seorang wanita kehilangan ayah, tempat ia mengadu. Kehilangan suami, tulang punggung keluarga dan tempat berbagi. Dan saudara laki-laki yang melindungi. Ditambah, ketiganya pergi secara bersamaan. Alangkah sedih keadaannya.
Mendengar tiga orang kerabatnya gugur, sahabiyah ini bertanya, “Apa yang terjadi dengan Rasulullah ﷺ”?
Orang-orang menjawab, “Beliau dalam keadaan baik.”
Wanita Anshar itu memuji Allah dan mengatakan, “Izinkan aku melihat beliau.” Saat melihatnya ia berucap,
كل مصيبة بعدك جلل يا رسول الله
“Semua musibah (selain yang menimpamu) adalah ringan, wahai Rasullah.” (Sirah Ibnu Hisyam, Juz: 3 Hal: 43).
Maksudnya apabila musibah itu menimpamu; kematian dll. Itulah musibah yang berat.
Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Taka da seorang pun yang lebih aku cintai melebih Rasulullah. Dan tak ada seorang pun yang lebih mulia bagiku selain dirinya. Aku tidak pernah menyorotkan penuh pandanganku padanya, karena begitu menghormatinya. Sampai-sampai jika aku ditanya, tentang perawakannya, aku tak mampu menggambarkannya. Karena mataku tak pernah memandangnya dengan pandangan utuh.” (Riwayat Muslim dalam Kitab al-Iman No: 121).
Sebagaimana kita saksikan, seorang pengawal kerajaan menundukkan wajahnya ketika berbicara dengan sang raja. Karena menghormati dan memuliakan rajanya. Amr bin al-Ash lebih-lebih lagi dalam memuliakan dan mengagungkan Nabi ﷺ.
Adakah pengagungan yang lebih hebat dan lebih luar biasa. Selain pengagungan para sahabat Nabi Muhammad ﷺ terhadap beliau?
Cinta Nabi Harus Mencintai Sahabatnya
Mencintai Nabi ﷺ berkonsekuensi mencintai sahabatnya. Abdullah bin al-Mubarak mengatakan, “Ada dua jalan, siapa yang berada di atasnya, ia selamat. Ash-shidqu (jujur) dan mencintai sahabat Muhammad ﷺ.” (asy-Syifa bi Ta’rifi Huquq al-Musthafa, Hal: 413).
Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah (tokoh tabi’in) mengatakan, “Siapa yang mencintai Abu Bakar, ia telah menegakkan agama. Siapa yang mencintai Umar, ia telah memperjelas tujuan. Siapa yang mencintai Utsman, ia telah meminta penerangan dengan cahaya Allah. Dan siapa yang mencintai Ali, ia telah mengambil tali yang kokoh. Siapa bagus sikapnya terhadap sahabat Muhammad ﷺ, ia telah berlepas diri dari kemunafikan. Siapa yang merendahkan salah seorang dari mereka, ia adalah seorang ahli bid’ah yang menyelisihi Sunnah dan salaf ash-shaleh. Aku khawatir amalnya tidak naik ke langit (tidak diterima), hingga ia mencintai semua sahabat. Dan hatinya bersih terhadap mereka.” (ats-Tiqat oleh Ibnu Hibban No:680).
Mencintai Rasulullah ﷺ adalah kedudukan mulia. Umat Islam berlomba-lomba mencintai beliau. Kecintaan kepada beliau menguatkan hati. Gizi bagi ruh. Dan penyejuk jiwa. Mencintai beliau adalah cahaya. Tak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Kita melihat orang-orang yang cinta nabi, mata mereka berbinar bahagia. Jiwa mereka syahdu. Hati mereka tenang. Mereka menikmati rasa cinta itu. mereka menjadi mulia di dunia dan berbahagia di akhirat. Mereka tahu bagaimana rasa yang namanya bahagia itu. Keadaan sebaliknya bagi mereka yang tidak mencintai Nabi. Mereka merasakan kegundahan. Jiwa yang hampa. Perasaan yang sakit. Dan rugi.
Dalam Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim rahimahullah, mengatakan, “Maksudnya adalah sekadar mana seseorang mengikuti Rasul. Setingkat itu pula kadar kemuliaan dan pertolongan. Sebatas itu pula kualitas hidayah, kemenangan, dan kesuksesan. Allah ﷻ memberi hubungan sebab-akibat, kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah dengan mengikuti Nabi. Dia menjadikan kesengsaraan di dunia dan akhirat bagi yang menyelisihi sang Nabi. Mengikutinya adalah petunjuk, keamanan, kemenangan, kemuliaan, kecukupan, kenikmatan. Mengikutinya adalah kekuasaan, teguh di atasnya, kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Menyelisihinya adalah kehinaan, ketakutan, kesesatan, kesengsaraan di dunia dan akhirat.”
Renungan
Setelah mengetahui bagaimana hebatnya cinta dan pengagungan para sahabat terhadap Rasulullah ﷺ, tentunya kita semakin bersemangat untuk meneladani cara mereka mencintai Nabi. Cara yang tidak berlebihan dan tidak menyepelekan. Cara mereka mencintai diridhai oleh Nabi.
Mereka menangis, tidak berani menyorotkan pandangan, bahagia dengan keselamatan beliau, dll. tapi mereka tak pernah melakukan perayaan maulid Nabi yang dianggap bukti cinta padanya. Mereka tak pernah merayakan suatu ‘amalan’ di hari kelahiran sang tauladan yang katanya adalah pengagungan.
Apakah kita yang belajar dari mereka cara mencintai Nabi ataukah sebaliknya?
Demikianlah kita anak-anak akhir zaman. Sering menyebut cinta, tapi kita tak tahu apa artinya mencintai. Akhirnya, semakin marak perayaan, umat tak kunjung juga mengkaji hadits-hadits Nabi. Lihatlah sekitar kita sebagai renungan dan bukti.


Read more https://kisahmuslim.com/5735-merekalah-orang-orang-yang-mencintai-nabi.html